duh, kupikir ketika melangkah ke sini berdebu sekali. serpihan memori membuat batukku timbul. tulis beraneka bentuk itu membuat mataku kabur.
Vas, kupikir, malam-malam begini enak kali, ya, menggalau perihal diriku yang dulu? sebab sudah terlalu lama daging ini mengeras menjadi batu. pun, tak ayal pikirnya terbelenggu.
banyak yang ingin kuceritakan selama setahun ini, Vas.
mulai dari pagiku yang selalu unik, antre kamar mandi, dan pergi berkelana mencari madu (yang katanya penuntut ilmu). tapi, Vas, di tengah-tengah, banyak sekali pertanyaan yang muncul di kepalaku. tentang; kenapa, ya, aku terlalu mudah memberikan kasih pada mereka yang bahkan berpaling ketika kumintai raih? bagaimana bisa kuberikan jerih pada mereka yang bahkan tidak peduli pada ada tidaknya daging penuh lumpur ini?
pada hal yang setiap hari dicoba diraih, aku tenggelam dalam lubang cantik tapi mengerikan, Vas.
kulihat, tidak ada yang mau barang sekedar melihat apakah makhluk ini masih hidup.
tidak ada yang peduli pada teriak penuh sakit yang menyerang kepala. akibat dari kebaikan yang ditabur, akankah semua berbalik seperti pisau yang bermata dua, Vas? yang katanya menusuk meskipun diarahkan ke tujuan yang tidak sama.
oh, pisau, ya?
kelihatannya, kok, mengerikan sekali analoginya.
tidak, kok. hanya candaan saja. toh, kalimat yang meluncur itu seperti harimau, kan? bagaimana itu bisa terlihat mengerikan?
bahkan hancur, pun takut membantingnya. dia sudah terlalu lama. angin mungkin menyamarkan lukanya. tapi tiup itu juga membuat tubuhnya meremang. kulihat dia hampir jatuh, Vas. tapi berhasil diraih oleh diri yang satunya.
hebat, kan?
dibalik lakban yang menjahit mulutnya, dia mencoba berbicara. bahwasanya; tidakkah itu menyedihkan? kenapa harus mempertanyakan dirimu yang lamban? dirimu yang terabaikan? dirimu yang sendirian, jika kamu yang membuat itu semua. selayaknya badai yang timbul karena doa lautan, kamu yang membuat dirimu tertanam dalam badai. yang kataku kamu buat itu, bukankah itu yang namanya perjalanan hidup?
kamu pikir, segampang apa hidup tanpa ada rasa-rasa semua itu?
bilang saja kamu menyerah kalau begitu.
dialogmu tanpa perasaan. kuas ini sudah kasar. kanvas ini sudah usang. kenapa ditambah sayatan dari yang katanya dibuat untuk menjadi cantik dan elegan?
maka, cantik itu luka.
impian-impianmu hampir terwujudkan. tidak bisakah sabar sebentar? komedi sekali kalau kamu ingin mendengar kata terimakasih.
baik, karena seni adalah hidup, maka,
terimakasih sudah sejauh ini. terimakasih sudah mampu berdiri diatas apapun yang terjadi.
hiduplah berkali-kali lagi, terlukalah seribu kali nanti.
Komentar
Posting Komentar