Langsung ke konten utama

Yang Harus Mati

Untuk yang jiwanya harus mati, 

Bolehkah ombakmu ditahan sebentar? bolehkah badaimu reda sebentar? bolehkah kilatmu tak kau nampakkan sebentar? 

Untuk jiwa-jiwa yang harus mati, 

Hujan kali ini tidak membawa kenangan, bukan? tidak pula membawa kebahagiaan. embun kali ini dua kali lebih dingin dari tahun lalu. tapi, tetap. tidak ada yang tumbuh seperti harap-harap yang senantiasa ingin berlabuh. 

Gelap dan temaram. 

Tidak ada kehangatan. 

Duduk di kursi sembari mengeja laku semesta, berdiri berhadapan dengannya, mungkin tak merubah banyak, bukan? 

Jiwa-jiwa itu tetap sama. 

Lantas, bolehkan lepas penat ini dulu sebentar? Bukalah pasung ini sekedar(?) 

Jiwa ini tidak akan lari, hanya saja—mungkin sedikit merepotkan—dia akan berbicara keras-keras, memaksamu mendengarnya setiap waktu, bahkan, bisa membuat telingamu pengang, mungkin? 

Tapi, laku merepotkan itu tak pernah datang. Itu hanya angan. 

"Siapa yang jiwanya sudah mati? Siapa yang jiwanya bisa kembali?"

Retorika itu tetaplah tidak terjawab. Angannya tak pernah terjamah. Bisik tangisnya tak pernah ada yang mendengar. Suara paraunya tak pernah lagi keluar. Dia hanya menangis dalam kegelapan, kesendirian. Menikmati kecam otaknya yang memaksanya untuk tetap hidup,

hidup 

dan hidup. 

Lalu ketika waktunya tiba, ketika fantasi yang dibangunnya hancur karena angannya, dia akan kembali diam. 

Tidak ada tawa, air mata, duka, dan juga... 

Sukma

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Katanya, "Semangat, ya!" Perlu Sedikit ke Barat

 Vas, malam-malam ini terasa berat. Jalanan yang kulalui sedikit gelap dan tak berperasaan. Rambunya pun kadang hijau atau merah tiba-tiba. Aku kadang berhenti dan hampir tertabrak, Vas. Namun, tidak berhenti begitu saja ketika darah keluar dari kulit yang tergores aspal, maka keping-keping kesakitan mana yang ikut lebur, Vas?  Telepon ini kubuat lagi, kali ini dengan sedikit senyum yang dipaksakan dan sedikit air yang mengintip di sudut mata, bergerak ingin turun begitu saja. Vas, kupikir semuanya akan mudah, jikalau tidak, mungkin, cukup lancar saja. Namun, yang katanya emas, kurasa aku belum bisa mendeskripsikannya. Terlalu abstrak, Vas. Bahkan, jika di mataku dia adalah lingkaran, mulutku akan tetap berkata dia tak berbentuk, Vas.  Vas, dunia ini apakah kejam?  Namun, Vas, jika memang kejam bukankah setiap hal ada yang katanya alasan?  Alasan itu aku coba memahaminya. Dengan terseok atau merangkak, dengan sombongnya aku mengatakan akan menempuhnya. Namun, Va...

Vas, selamat malam. jurnalku sudah kamu baca, kan?

malam, Vas aku hanya sedang penasaran, apa semua tulisanku kamu baca? atau setidaknya... salah duanya? atau kalau masih keberatan, salah satunya? atau... sepenggal kalimatnya?  aku baru mendengarmu mengatakan bahwa mawar hitam adalah simbol luka keabadian. tapi, tidakkah itu terlalu metafora untuk kisah kita yang hanya sekedar temu saja?  kadang, kalimatmu memang membingungkan. maaf.  bagaimana luka bisa abadi jika hatimu yang diatas sana sudah disuap sembunyi-sembunyi?  aku mendengar bulan bernafas malam ini. lalu angin membawa nama-nama yang pernah kuserahkan pada langit kembali. jika begitu, apa aku harus meraihnya dan menguburnya di dalam tanah, begitu?  yang sebelumnya berada di langit, harus ditanam seakan benar-benar sudah mati?  kejam sekali kamu.  ketika daun tumbuh tanpa musim gugur, siapa yang akan membawanya menari diatas atmosfer bumi yang begitu sejuk?  aku hanya penasaran.  bagaimana jika aku tidak benar-benar kembali?  ka...

Malam ini, pukul 12.

 Sedari kecil, aku memeluk diriku sendirian. Ramai. Tapi mungkin hanya di permukaan. Saat jantungmu terluka dan dirimu tak bisa menyembuhkan sendirian, maka akan dibiarkan tetap menganga, kan?  Kurasa, aku baru melewatinya kemarin senja.  Berjalan tanpa beban di pematang sawah. Agak tinggi seperti bukit. Kukira, ini gambaran pendakian yang sering dibicarakan orang-orang ya?  Lalu, waktu berlalu seperti sinar kamera. Cepat sekali sampai setiap malam harus tidur dibawah atap orang luar.  Kadang-kadang, aku bertanya, apa yang sebenarnya dicari?  Dunia tanpa satu orang akan tetap berjalan. Koordinatnya tak akan berubah, kan?  Lantas, kenapa tetap terburu-buru dan melahirkan harapan berupa mimpi berkontribusi setidaknya untuk orang-orang yang menunggu di rumah?  Ketika masa putih biru, aku mulai merancang masa depan. Kupikir, harus tetap fokus seperti itu agar tetap berjalan. Namun, tidak ada yang memberitahuku setidaknya sesuatu tidak harus berjalan d...