sunyi ketika membuka pintu pulang dan lelah yang tidak bisa dilunturkan kemudian. semua karena perantauan. kala sudah selesai dengan apa yang harus dilakukan, tak ada lega yang begitu berarti setelahnya. pada penat yang makin hari makin bertumpuk, membuat tenang seakan enggan menepuk-nepuk. berjalan kedalam yang katanya adalah rumah pulang untuk sementara , hanya ada kesunyian belaka. canda tawa yang hangat tidak ada, barang segaris senyum bahagia. ketika lampu kamar menyala, hanya detik jam yang menjadi satu-satunya berisik dalam gulana. sekali lagi, tidak ada tawa peluntur penat dalam raga. sialan. dulu, ini adalah harapku memang. pergi ke perantauan, bergabung dengan kerasnya bahu-bahu kokoh diluar sana. tapi kenyataannya, sesulit itu rasanya. rindu yang belum terbasuh, semakin tebal tertempel dinginnya waktu. cemas tanpa cerita selalu mengusik malam yang rasa-rasanya tak pernah ada tenang sekarang. atau kebebasan yang diharap bahkan ja...
in empty and trying to be a human.