Sedari kecil, aku memeluk diriku sendirian. Ramai. Tapi mungkin hanya di permukaan. Saat jantungmu terluka dan dirimu tak bisa menyembuhkan sendirian, maka akan dibiarkan tetap menganga, kan? Kurasa, aku baru melewatinya kemarin senja. Berjalan tanpa beban di pematang sawah. Agak tinggi seperti bukit. Kukira, ini gambaran pendakian yang sering dibicarakan orang-orang ya? Lalu, waktu berlalu seperti sinar kamera. Cepat sekali sampai setiap malam harus tidur dibawah atap orang luar. Kadang-kadang, aku bertanya, apa yang sebenarnya dicari? Dunia tanpa satu orang akan tetap berjalan. Koordinatnya tak akan berubah, kan? Lantas, kenapa tetap terburu-buru dan melahirkan harapan berupa mimpi berkontribusi setidaknya untuk orang-orang yang menunggu di rumah? Ketika masa putih biru, aku mulai merancang masa depan. Kupikir, harus tetap fokus seperti itu agar tetap berjalan. Namun, tidak ada yang memberitahuku setidaknya sesuatu tidak harus berjalan d...
Vas, malam-malam ini terasa berat. Jalanan yang kulalui sedikit gelap dan tak berperasaan. Rambunya pun kadang hijau atau merah tiba-tiba. Aku kadang berhenti dan hampir tertabrak, Vas. Namun, tidak berhenti begitu saja ketika darah keluar dari kulit yang tergores aspal, maka keping-keping kesakitan mana yang ikut lebur, Vas? Telepon ini kubuat lagi, kali ini dengan sedikit senyum yang dipaksakan dan sedikit air yang mengintip di sudut mata, bergerak ingin turun begitu saja. Vas, kupikir semuanya akan mudah, jikalau tidak, mungkin, cukup lancar saja. Namun, yang katanya emas, kurasa aku belum bisa mendeskripsikannya. Terlalu abstrak, Vas. Bahkan, jika di mataku dia adalah lingkaran, mulutku akan tetap berkata dia tak berbentuk, Vas. Vas, dunia ini apakah kejam? Namun, Vas, jika memang kejam bukankah setiap hal ada yang katanya alasan? Alasan itu aku coba memahaminya. Dengan terseok atau merangkak, dengan sombongnya aku mengatakan akan menempuhnya. Namun, Va...